My Link

Kamis, 06 Januari 2011

WUJUDKAN INDUSTRI BESI BAJA NASIONAL YANG BERDAYA SAING GLOBAL

Indonesia sangat kaya akan bahan baku besi, bahan pemadu dan pendukung industri baja. Potensi ini perlu dimanfaatkan dengan baik agar terjadi nilai tambah produk Indonesia dengan melakukan pengolahan melalui kemampuan industri dalam negeri. Pemanfaatan cadangan bahan baku lokal merupakan potensi untuk meningkatkan  produksi baja yang saat ini masih jauh dari jumlah kebutuhan nasional. Berkaitan dengan hal tersebut, Pusat Teknologi Material (PTM) BPPT mengadakan Focus Group Discussion (FGD) Revitalisasi Industri Besi Baja Nasional Berbasis Sumberdaya Lokal untuk Meningkatkan Daya Saing, Kamis (11/11).



“FGD ini didasari atas rasa keprihatinan terhadap kondisi industri besi baja di Indonesia, kemudian dari diskusi tersebut lahir program revitalisasi industri besi baja nasional berbasis sumberdaya lokal. Sasaran dari FGD ini adalah untuk memperoleh arahan kebijakan nasional pemahaman bahan baku lokal dan juga konsep pemanfaatan teknologi industri baja yang sesuai dengan potensi bahan baku dan kebutuhan nasional. Selain itu juga akan dibahas tiga materi penting meliputi potensi bahan baku, teknologi proses dan konsep besi baja itu sendiri”, kata Direktur Pusat Teknologi Industri Proses (PTIP) BPPT sekaligus Ketua Panitia, Danny M Gandana.

Pada kesempatan yang sama saat membuka acara FGD tersebut Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Rancang Bangun dan Rekayasa (TIRBR), Iskendar mengatakan bahwa melalui FGD diharapkan dapat didiskusikan penentuan kebijakan pemanfaatan bahan baku lokal, guna meningkatkan nilai tambah dan daya saing nasional. “Kita juga perlu mematangkan fokus pada penentuan teknologi proses besi baja yang sesuai dengan potensi bahan baku, bahan pendukung, dan kebutuhan nasional yakni dengan memperhitungkan kebutuhan energi. Dalam diskusi ini juga diharapkan adanya arahan  pematangan konsep balai baja yang berfungsi memberikan informasi teknologi, dan konsep penanganan industri baja nasional”.

“Dalam diskusi nantinya kita akan coba manfaatkan pendekatan Sistem Inovasi Nasional antara industri, pemerintah sebagai penghasil kebijakan dan lembaga litbang. Diharapkan nantinya kita berhasil menyusun rekomendasi kebijakan dan komitmen untuk revitalisasi industri besi baja nasional, serta adanya rencana tindak yang nyata dari hasil FGD ini”, jelas Iskendar.

Dalam paparannya mengenai Kebijakan Pengembangan Industri Baja Nasional dan Pendirian Balai Baja, Direktur Industri Material Dasar Logam Kementerian Perindustrian, I. G. Putu Suryawiryawan mengatakan bahwa kelemahan dalam industri besi baja nasional adalah dari sisi teknologi. “Ke depan, kita akan lebih mengedepankan teknologi untuk meningkatkan nilai tambah produk kita. Di Indonesia, selama ini yang dilakukan adalah mengekspor sumberdaya mentah, PT Krakatau Steel merupakan satu-satunya perusahaan yang mengolah baja dari sumberdaya alam Indonesia”.

Menanggapi hal tersebut, Bambang Suharno, Kepala Departemen Teknik Metalurgi dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia menyebutkan bahwa meskipun PT KS memang memproduksi baja dari bijih besi Indonesia, namun pelet yang digunakan masih impor.

Demand nasional baja semakin meningkat sementara produksi nasional masih rendah, sehingga harus mengimpor untuk memenuhinya. Meskipun bijih besi sebagai bahan baku baja tersedia banyak di Indonesia, namun sebarannya sangat meluas. Perlu pemilihan dan pengembangan teknologi pengolahan bijih besi yang disesuaikan dengan jenis bijih besi yang ada, energi dan kapasitas produksi”, jelasnya.

Berbicara mengenai balai baja atau Indonesian Iron-Steel Board (IISB), Kepala Program Revitalisasi Baja, Utama H. Padmadinata mengatakan “Banyak persoalan baik teknis, bisnis maupun kebijakan yang dihadapi oleh industri baja nasional kita. Oleh karena itu diperlukan suatu wadah koordinasi dan sinergi seluruh stakeholder untuk menciptakan industri besi baja nasional yang berdaya saing global, yaitu IISB. Diharapkan nantinya IISB akan menjadi one stop service for iron steel technology and business yang mampu menjadi pusat informasi, melakukan research and development, memberikan konsultasi, mengembangkan SDM, hingga melakukan clearing house dan mengkaji formulasi kebijakan termasuk technology foresight”.

Di akhir acara Direktur PTM, Barman Tambunan menyampaikan kesimpulan diskusi bahwa kesepakatan bersama yang dihasilkan tersebut dapat dijadikan suatu pegangan untuk bisa mewujudkan revitalisasi industri baja menjadi sesuatu yang memang benar adanya. “Memang masih banyak sekali kekurangan dan kendala. Ternyata permasalahan kita kali ini tidak hanya di hulu dan hilir, tetapi juga ada ditengah-tengahnya yaitu permasalahan teknis dan non teknis yang perlu kita bahas bersama”.

“Kita bersama disini, untuk memilih bersama teknologi apa yang paling cocok digunakan di Indonesia. Dan saya harapkan di diskusi berikutnya kita dapat lebih membicarakan masalah teknologi apa yang akan kita pakai dan bentuk lembaga seperti apa yang akan mewadahinya”, jelasnya. (YRA/humas)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar